A. ORIENTASI KESEHATAN MENTAL
NPM : 18513293
KLS : 2PA06
Kesehatan
mental, berasal dari dua kata, yakni “kesehatan” dan “mental”. Kesehatan
berasal dari kata “sehat”, yang merujuk pada kondisi fisik. Individu yang sehat
adalah individu yang berada dalam kondisi fisik yang baik, dan bebas dari
penyakit. Sedangkan “mental” adalah kepribadian yang merupakan kebulatan
dinamik yang tercermin dalam cita-cita, sikap, dan perbuatan. Mental adalah
semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap, dan perasaan yang dalam
keseluruhan atau kebulatannya akan menentukan tingkah laku, cara menghadapi
suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan, atau yang menggembirakan dan
menyenangkan.
Kesehatan
mental menggambarkan tingkat kesejahteraan psikologis, atau adanya gangguan
mental. Dari perspektif 'psikologi positif' atau 'holisme', kesehatan mental
dapat mencakup kemampuan individu untuk menikmati hidup, dan menciptakan
keseimbangan antara aktivitas kehidupan dan upaya untuk mencapai ketahanan
psikologis. Kesehatan mental juga dapat didefinisikan sebagai suatu ekspresi
emosi, dan sebagai penanda adaptasi sukses untuk berbagai tuntutan. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai, "suatu
keadaan kesejahteraan dimana individu menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan yang normal dari kehidupan, dapat bekerja secara produktif
dan baik, dan mampu memberikan kontribusi bagi dirinya sendiri dan masyarakat.
Kesehatan
mental adalah terwujudnya keharmonisan yang nyata antara fungsi-fungsi jiwa,
serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi
dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat, dan merasakan secara positif
kebahagiaan dan kemampuan dirinya. Fungsi-fungsi jiwa seperti fikiran,
perasaan, sikap jiwa, pandangan dan keyakinan hidup, harus dapat saling
membantu dan bekerja sama satu sama lain, sehingga dapat dikatakan adanya
keharmonisan, yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan bimbang, serta
terhindar dari kegelisahan dan pertentangan (konflik).
Beberapa
ahli mengemukakan orientasi umum dan pola-pola wawasan kesehatan mental, yang
terbagi menjadi tiga orientasi, yaitu :
Orientasi
klasik
Orientasi klasik ini banyak
digunakan dalam dunia kedokteran, termasuk psikiatri. Menurut pandangan
orientasi klasik, individu yang sehat adalah individu yang tidak mempunyai
keluhan tertentu, seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri, atau
perasaan tak berguna, yang semuanya menimbulkan perasaan “sakit” atau “perasaan
tak sehat”, serta mengganggu efisiensi dan efektifitas kegiatan sehari-hari.
Individu yang sehat adalah individu yang tidak mempunyai keluhan secara fisik
dan mental. Sehat fisik merujuk pada tidak adanya keluhan secara fisik, dan
sehat mental merujuk pada tidak adanya keluhan secara mental.
Orientasi
penyesuaian diri
Pandangan
yang digunakan sebagai landasan orientasi penyesuaian diri adalah pendekatan
yang menegaskan bahwa manusia pada umumnya adalah makhluk yang sehat secara
mental. Dengan pandangan ini penentuan sehat atau sakit mental dilihat sebagai
derajat kesehatan mental. Selain itu, berdasarkan orientasi penyesuaian diri,
kesehatan mental dipahami sebagai kondisi kepribadian individu secara utuh.
Penentuan derajat kesehatan mental bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga
berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan individu dalam
lingkungannya. Kesehatan mental seseorang sangat erat kaitannya dengan
tuntutan-tuntutan masyarakat tempat dimana individu hidup, masalah-masalah
hidup yang dialami, peran sosial dan pencapaian-pencapaian sosialnya.
Kesehatan
mental merupakan kemampuan individu untuk secara aktif menyesuaikan diri sesuai
tuntutan kenyataan di sekitarnya, yang merujuk pada tuntutan yang berasal dari
masyarakat yang secara konkret mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di
sekitarnya. Penyesuaian diri ini tidak mengakibatkan perubahan kepribadian,
stabilitas diri tetap terjaga, dan tetap memiliki otonomi diri. Individu dapat
menerima apa yang ia anggap baik dan menolak apa yang ia anggap buruk
berdasarkan pegangan normatif yang ia miliki. Individu yang sehat akan melihat
realitas terhadap masalah yang dihadapinya dan bagaimana kondisi dirinya
berkaitan dengan masalah itu sebelum menentukan tindakan yang akan diambil.
Individu yang sehat memiliki kemampuan memahami realitas internal dan eksternal
dirinya. Ia tidak bereaksi secara mekanik atau kompulsif-repetitif tetapi
merespons secara realistis dan berorientasi pada masalah.
Orientasi
pengembangan potensi
Menurut pandangan ini, kesehatan
mental terjadi bila potensi-potensi kreatifitas, rasa humor, rasa tanggung
jawab, kecerdasan, kebebasan bersikap dapat berkembang secara optimal sehingga
mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungan disekitarnya. Individu
dianggap mencapai taraf kesehatan mental, bila ia mendapatkan kesempatan untuk
mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga dapat dihargai oleh
orang lain dan dirinya sendiri.
Individu yang sehat mental adalah
individu yang dapat dan mampu mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang ada
pada dirinya untuk kegiatan yang positif-konstruktif, sehingga dapat
meningkatkan kualitas dirinya. Pemanfaatan dan pengembangan potensi ini dapat
dipergunakan dalam kegiatan dan kehidupan sehari-hari.
Jadi,
fokus utama kesehatan mental adalah kesejahteraan emosional, kemampuan
menjalani hidup secara utuh dengan penuh kreatif, dan fleksibilitas dalam
menghadapi tantangan yang tak terelakkan dalam realitas kehidupan, sebagai
pribadi maupun anggota masyarakat. Kesehatan mental merujuk pada aplikasi dan
pengembangan prinsip-prinsip praktis dalam pencegahan, pencapaian, dan
pemeliharaan unsur-unsur psikologis dalam diri individu sebagai upaya untuk
mengatasi munculnya masalah-masalah mental atau maladjusment. Kesehatan mental
selalu terkait dengan; (1) bagaimana individu merespon --memikirkan, merasakan,
dan menjalani-- kehidupan sehari-hari, (2) bagaimana individu memandang
realitas dirinya sendiri dan orang lain, (3) bagaimana individu melakukan
evaluasi terhadap berbagai alternatif dan pengambilan keputusan terhadap suatu
masalah yang menimpa dirinya.
B.
KONSEP SEHAT
Sehat merupakan sebuah keadaan yang
tidak hanya terbebas daripenyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.
Menurut WHO (1947)Definisi Sehat Dalam Keperawatan Sehat : Perwujudan individu
yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain
(Aktualisasi). Perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang
kompeten sedangkan penyesesuaian diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan
integritas struktural. (Pender (1982))Sehat : Fungsi efektif dari sumber-sumber
perawatan diri (self care Resouces)yang menjamin tindakan untuk perawatan diri
(selfcareAktions) secara adekual.Self care Resoureces : mencangkup pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Self care Aktions : Perilaku yang sesuai dengan tujuan
diperlukan untuk memperoleh, mempertahan kan dan menigkatkan fungsi
psicososial da piritual.(Paune (1983) Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup
produktif secara sosialdan ekonomi (UU No.23,1992)
CIRI-CIRI
SEHAT
Kesehatan
fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak
adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ
tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.Kesehatan mental (jiwa)
mencakup 3 komponen, yakni pikiran,emosional, dan spiritual.
1.Pikiran
sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
2.Emosional
sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya,
misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
3.Spiritual
sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasasyukur, pujian,
kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fanaini, yakni Tuhan
Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan
seseorang.
4.Kesehatan
sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau
kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku,agama atau kepercayan,
status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan
menghargai.
5.Kesehatan
dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif,dalam arti
mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap
hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagimereka yang belum
dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan
sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagikelompok tersebut,
yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang
berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau
mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan
lainnya bagi usia lanjut. Aspek-aspek pendukung kesehatan
Banyak
orang berpikir bahwa sehat adalah tidak sakit, maksudnya apabila tidak ada
gejala penyakit yang terasa berarti tubuh kita sehat. Padahal pendapat itu
kurang tepat. Ada kalanya penyakit baru terasa setelah cukup parah, seperti
kanker yg baru diketahui setelah stadium 4. Apakah berarti sebelumnya
penyakit kanker itu tidak ada? Tentu saja ada, tetapi tidak terasa. Berarti
tidak adanya gejala penyakit bukan berarti sehat.Sesungguhnya sehat adalah
suatu kondisi keseimbangan, di mana seluruh sistem organ di tubuh kita bekerja
dengan selaras. Faktor-faktor yang mempengaruhi keselarasan tersebut
berlangsung seterusnya adalah:
1.Nutrisi
yang lengkap dan seimbang
2.Istirahat
yang cukup
3.Olah
Raga yang teratur
4.Kondisi
mental, sosial dan rohani yang seimbang
5.Lingkungan
yang bersih
Apabila
salah satu saja dari kelima faktor ini tidak tercukupi, akan membuat
keseimbangan kinerja organ tubuh terganggu. Sesungguhnya tubuh memiliki
mekanisme otomatis untuk mengembalikan keseimbangan kesehatannya , akan tetapi
apabila hal ini berlangsung terus-menerus atau kekurangan tersebut dalam jumlah
yg cukup besar, maka tubuh tidak mampu mengembalikan keseimbangan, dan hal
inilah yg kita sebut sakit.Istimewanya tubuh manusia, walaupun dalam
kondisi sakit tubuh tersebut tetap dapat memulihkan dirinya sendiri. Untuk
itu perlu dibantu dengan memberikan nutrisi dalam jumlah yang memadai secara
lengkap ditambah dengan istirahat yang cukup. Dalam keadaan ini obat bukanlah
faktor utama pemulihan, karena ada sebagian orang yg dapat pulih dari sakit
tanpa bantuan obat, seperti misalnya penderita flu dan pilek. Obat dapat
digunakan untuk membantu mengurangi gejala, tetapi penggunaannya tidak
boleh berlebihan dan harus sesuai dengan petunjuk dokter.
Seperti kesehatan fisik,
kesehatan mental merupakan aspek yang sangat penting bagi setiap fase
kehidupan manusia.Kesehatan mental terkadang mengalami siklus baik dan buruk.
Setiap orang, dalam hidupnya mengalami kedua sisi tersebut.Kadang mentalnya
sehat, terkadang sebaliknya. Pada saat mengalami masalah kesehatan mental,
seseorang membutuhkanpertolongan orang lain untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya. Kesalahan mental dapat memberikan dampak terhadapkehidupan
sehari-hari atau masa depan seseorang, termasuk anak-anak dan remaja. Merawat dan
melindungi keshatanmental anak-anak merupakan aspek yang sangat penting, yang
dapat membantu perkembangan anak yang lebih baik di masadepan.Seperti disiplin
ilmu-ilmu yang telah ada,”Kesehatan Mental” berawal dari fenomena atau realita
yang terjadi pada dirimanusia sejak zaman pra
Ilmiah. Menurut Marx Webeer, manusia memasuki zaman atau era sejarah
ketika mentalitas dariindividu-individu itu sendiri telah tertata dengan rapi
dan didukung dari segala aspek lingkungan yang memungkinkan. Olehkarena itu,
manusia dapat menghasilkan kebudayaan untuk pertama kalinya sebagai penanda
adanya era baru (sejarah). Halitu berarti tanpa kesehatan mental yang tertata
dengan rapi, maka tidak akan ada kebudayaan yang lahir. Tanpa
kebudayaantersebut, maka manusia pun tidak akan pernah memasuki era ini.
Kesehatan mental adalah kunci dari mobilitas personal dansosial
manusia. Klasifikasi, sebaran, dan banyaknya versi tentang sejarah
perkembangan kesehatan mental membuat makalah inidibatasi atas garis besar
haluan sejarahnya saja, yaitu dari era pra ilmiah, kemunculan naturalisme (era
Yunani dan Romawikuno), era Ilmiah (modern) dan tidak lupa tentang perkembangan
serta peranan dari peradaban Islam sendiri tentangKesehatan Mental, yang
kesemuanya terangkum pada bagan klasifikasi sejarah yang ada.
D. PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL PRA ILMIAH
Orientasi
Klasik
Orientasi klasik yang umumnya digunakan
dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai kondisi tanpa
keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang yang tidak
mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya
tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental.
Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah
ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang
gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu
tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu
mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik
kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan
itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya
seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian
diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri
dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang
tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.
Orientasi
Penyesuaian Diri
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian
diri, pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan
tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan
terutama norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau
tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental
didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang
yang dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa
jadi dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat
atau sakit mental bukan sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas
batasan sehat mental, ada gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita
sering melihat seseorang yang menampilkan perilaku yang diterima oleh
lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku yang bertentangan dengan
norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat
kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya tidak enak tetapi
sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa
orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat mental pada waktu
lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita menilainya? Sehatkah mentalnya?
Atau sakit? Orang itu tidak dapat dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat
mental sekaligus.
Dengan contoh di atas dapat kita pahami
bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal yang membedakan orang sehat
mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita tidak dapat begitu saja
memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat
atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas terpisah. Sehat atau tidak
sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat yang berbeda. Artinya kita
hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya seseorang. Dengan kata lain
kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita berangkat dari pandangan
bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat mental, atau ‘ketidak-sehatan
mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia adalah makhluk tidak sehat
mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental perlu dipahami
sebagai kondisi kepribadian seseorang secara keseluruhan. Penentuan derajat
kesehatan mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga
berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam
lingkungannya.
Orientasi
Pengembangan diri
Seseorang dikatakan mencapai
taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan
potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan
dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi
pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal
pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat
menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan
tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada
perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah
yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa
tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan
mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan penyakit jiwa serta
memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan dapat mewujudkan tercapainya
tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya tujuan-tujuan perseorangan
sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa kesehatan mental hanya
sekedar usaha untuk mencapai
kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan
menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika
kita masukkan dalam pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh
aspek individu, dengan sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan
sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar